Oleh: Ali Mustofa Akbar, Dosen dan Pemerhati Politik Internasional
KONFLIK di dunia Arab selalu menjadi konflik internasional yang melibatkan negara-negara besar lainnya. Perlu diketahui, Liga Arab sering mengelompokkan negara-negara Arab menjadi dua wilayah utama, yakni Timur Tengah dan Maghrib. Aljazair, bersama negara-negara seperti Maroko, Tunisia, Libya, dan Mauritania, dimasukkan dalam kelompok Maghrib yang sekarang masuk wilayah Afrika. Sedangkan sebagian negara lainnya masuk kawasan Timur Tengah.
Kompleksifitas terjadi karena melibatkan berbagai negara besar, masing-masing memiliki kepentingannya tersendiri. Di antara pemain utamanya adalah Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan lainnya, yang memiliki kepentingan dan tujuan berbeda dalam keterlibatan mereka di dunia Arab. Namun dari berbagai kepentingan tersebut mereka acapkali bisa bertemu dalam kesamaan kepentingan. Inilah politik labirin.
Politik labirin merujuk pada kompleksitas dinamika geopolitik yang terjadi di sana, di mana berbagai pihak saling memanfaatkan aliansi, posisi strategis, dan kepentingan regional untuk mencapai kepentingan masing-masing. Kawasan ini memiliki kepentingan strategis, ekonomi, dan ideologis berbagai negara.
Pertama, kepentingan geopolitik. Timur Tengah adalah kawasan yang sangat strategis, menghubungkan tiga benua; Asia, Afrika, dan Eropa dan menjadi pintu gerbang menuju Laut Mediterania, Laut Merah, dan Teluk Persia. Banyak negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan negara-negara Eropa melihat Timur Tengah sebagai kawasan penting untuk mempertahankan pengaruh geopolitik mereka. Pengendalian terhadap kawasan ini juga membantu negara-negara besar mempertahankan posisi strategis dalam persaingan global.
Kedua, sumber daya energi. Timur Tengah merupakan sumber utama minyak dan gas dunia, yang sangat penting bagi perekonomian global. Negara-negara seperti Amerika Serikat, China, dan negara-negara Eropa sangat bergantung pada pasokan energi dari Timur Tengah. Sehingga mereka perlu terlibat dalam berbagai konstelasi di kawasan untuk menjamin pasokan energi yang berkelanjutan, sebab situasi di Timur Tengah dapat mempengaruhi harga minyak dunia dan, pada akhirnya, ekonomi global.
Ketiga, persaingan aliansi. Konflik di Timur Tengah juga sering kali mencerminkan persaingan ideologis antara negara-negara besar. Misalnya, Amerika Serikat dan sekutunya, Rusia sebagai penerus Uni Soviet. Sementara Arab Saudi dan Iran juga punya kepentingan saling berebut pengaruh di kawasan itu.
Keempat, Islam. Timur Tengah menjadi pusat berbagai organisasi regional maupun internasional Islam yang memiliki potensi paling besar sebagai titik awal kembalinya kekuasan Islam, tentunya hal ini mengancam dominasi Amerika dan Barat. Mereka merasa perlu untuk terlibat demi mencegah penyebaran ide yang dianggap “radikalisme” tersebut yang dapat mempengaruhi kepentingan mereka. Meski perbedaan berbagai kepentingan, ideologi, strategi, maupun ekonomi, acapkali Amerika Serikat dan Rusia bisa bekerjasama baik secara terang-terangan maupun rahasia ketika menghadapi Islam.
Contohnya; kesepakatan penghancuran senjata di Suriah tahun 2013, pembatasan pengembangan nuklir Iran yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), berbagi informasi inteligen terkait milisi-milisi di Timur Tengah, kesepakatan pemberian sanksi dalam dewan keamanan PBB pada organisasi-organisasi perlawanan di Timur Tengah, terbaru di pekan ini seolah Rusia “mempersilakan” tentara “Israel” sekutu Amerika masuk leluasa ke Suriah.
Karenanya, tampaklah jika umat Islam saat ini benar-benar menjadi rebutan oleh berbagai pihak. Sebagaimana kabar yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW sekitar 1400 tahun yang lalu. Bahwa akan tiba suatu masa dimana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya. Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsa. Maka umat butuh perisai yang bisa menjadi pelindung mereka.
Wallahu ‘alam bi shawab