Selasa, 16 Shafar 1446 H/ 20 Agustus 2024
Dalam sejarahnya, proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diakui secara sah oleh Belanda. Belanda menganggap bahwa Indonesia merupakan negara boneka Jepang dan Sukarno-Hatta merupakan kolaborator Jepang. Atas dasar itu, Belanda datang kembali ke Indonesia bersama Inggris untuk merestorasi kekuasaannya di Indonesia. Belanda masih menganggap Indonesia sebagai tanah koloni miliknya, sementara Indonesia merespons bahwa Belanda telah melakukan rekolonisasi, mengintervensi secara militer dan politik kedaulatan negara merdeka yang sah
Setelah merdeka 17 Agustus 1945, Indonesia pada awalnya mengharapkan bahwa pengakuan secara resmi datang dari negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat. Namun, negara-negara Barat menutup mata terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia bahkan membuat rencana penjajahan baru. Mereka lebih berpihak ke Belanda, mendukung restorasi tatanan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena negara-negara Barat memalingkan muka, Indonesia sepenuhnya membangun kontak dan jaringan kepada ‘negara-negara baru’ di dunia Arab dan Asia. Penegakan kedaulatan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari solidaritas dan dukungan dari negara-negara di dunia Arab dan Asia.
Mengutip artikel Republika.co.id, sesudah momen sakral proklamasi, perjuangan bangsa Indonesia memasuki babak baru. Seluruh putra dan putri Ibu Pertiwi mengerahkan daya dan upaya untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Dalam hukum internasional, terdapat empat syarat keberadaan sebuah negara: adanya rakyat, wilayah, pemerintahan yang berkuasa, dan pengakuan dari negara-negara lain. Tiga yang pertama otomatis terpenuhi dengan dibuktikan Proklamasi RI.
Adapun syarat rekognisi itu terus diupayakan sejak 17 Agustus 1945. Karena itu, pemerintahan presiden Sukarno menggencarkan misi-misi diplomatik. Adalah sebuah berkah, Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim. Di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, negara-negara Arab berempati terhadap perjuangan Republik Indonesia. Liga Arab, yang kala itu dipunggawai Mesir, berjasa dalam mengusung topik kemerdekaan Republik Indonesia di Perserikatan Bangsa-bangsa.
Sekretaris Jenderal Liga Arab 1945-1952 Abdurrahman Azzam Pasya berperan signifikan dalam mengajak negara-negara Arab untuk mendukung perjuangan Republik Indonesia. Tokoh Mesir ini mengimbau mereka agar segera mengakui republik di Asia Tenggara itu sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Sebagai representasi Liga Arab, Azzam Pasya juga mengimbau negara-negara anggota PBB agar mengakui kedaulatan Indonesia. Padahal, menurut Suranta Abdur Rahman dalam artikelnya, “Diplomasi RI di Mesir dan Negara-negara Arab pada Tahun 1947”, problem-problem yang diusung Liga Arab di PBB sesungguhnya sudah begitu berat.
Sebut saja, masalah besar Zionisme yang mencaplok tanah Palestina, krisis Terusan Suez, Sudan, serta kendali Inggris dan Prancis di kawasan Timur Tengah. Akan tetapi, perhatian pada masalah Indonesia tetap dijadikannya prioritas utama. Berkat upaya itu, sejak Agustus 1946 soal Indonesia masuk dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat. Banyak negara bersuara semisal dari Australia, India, Afghanistan, dan Filipina. Mereka mengecam agresi militer yang dilancarkan Belanda atas Republik Indonesia.
Alhasil, Belanda kian terdesak. Mau tak mau, dialog harus dibuka. Berbagai perundingan antara Republik Indonesia dan Belanda pun dilakukan dengan pengawasan internasional. Di tengah Agresi Militer Belanda I, Pemerintah Indonesia berhasil menembus blokade musuh. Dengan menumpangi pesawat terbang milik pengusaha India Biju Patnaik, Sutan Sjahrir dapat terbang dari Yogyakarta. Pada medio Agustus 1947, Sjahrir dan rombongan hadir sebagai wakil RI di sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success, Amerika Serikat. Terjadilah perang opini yakni antara delegasi RI dan Belanda di muka sidang PBB.
Pidato Sjahrir yang berwibawa ternyata menimbulkan kesan mendalam bagi para diplomat mancanegara, termasuk Amerika Serikat. Mereka semakin yakin, Indonesia memenuhi persyaratan sebagai sebuah negara berdaulat. Dengan demikian, klaim Belanda terbantahkan. Kesuksesan misi Sjahrir tak lepas dari sokongan Liga Arab, khususnya melalui Azzam Pasya. Sebagai contoh, ketika delegasi RI yang dipimpin Sutan Sjahrir menghadapi kendala keuangan selama berada di New York, diplomat Mesir itu memberikan pinjaman sebesar 20 ribu dolar AS. Lima bulan kemudian, Pemerintah RI mengembalikan uang pinjaman itu. Demikian Suranta mengutip kesaksian Mohammad Roem.
Di bulan Desember 1949, Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia. Penegakan atas kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil dari perlawanan nasional tetapi merupakan perwujudan dari solidaritas internasional negara-negara dunia Arab dan Asia.
Wallahu a’lam bisshawwab