Menepati Janji
Narasumber: KH. Dr. Zaki Mubarok, M.A.
Sebagai seorang muslim, kita diajarkan agar selalu menepati janji. Seorang muslim terikat oleh aturan dan perjanjian yang disepakati bersama, hal ini sebagaimana tercantum dalam hadits.:
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ وَالصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
“Muslim itu terikat dengan persyaratan (yang dibuat oleh) mereka. Mengadakan perjanjian adalah diperbolehkan antara sesama muslim”.(HR. Hakim).
Janji merupakan sebuah kesanggupan untuk melakukan sesuatu agar mendapatkan kepercayaan. Dalam Islam sebuah janji akan dimintai pertanggungjawaban, Allah Subhanahu Wa Ta’ala Berfirman.
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra [17]: 34)
Terdapat Dalil Qur’an dalam QS. An Nahl ayat 91 tentang perintah menepati janji.
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
“Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah, setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl[16]: 91)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk menepati janji mereka baik sesama kaum muslimin maupun terhadap seseorang yang bukan bergama Islam. Seseorang yang berjanji dan mempergunakan nama Allah atas janjinya, maka Allah akan memberi pahala bagi mereka yang memenuhinya dan membalas dengan azab bagi mereka yang mengkhianati janjinya.
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah)
Penghianatan pada suatu janji akan menghilangkan suatu kepercayaan dan kemudian menimbulkan kekacauan dan permusuhan dalam sesama umat.
Dalam QS. An Nahl Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman.
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَٰنَكُمْ دَخَلًۢا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ ٱللَّهُ بِهِۦ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS. An Nahl[16]: 92)
Memiliki kebiasaan berhutang dengan tujuan yang buruk dapat membuat seseorang berdosa karena melakukan suatu kedzaliman. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
ن أخَذَ أمْوالَ النَّاسِ يُرِيدُ أداءَها أدَّى اللَّهُ عنْه، ومَن أخَذَ يُرِيدُ إتْلافَها أتْلَفَهُ اللَّهُ
“Orang yang mengambil harta orang lain (berhutang), dengan niat untuk melunasinya kelak, maka Allah akan menolong dia untuk melunasinya. Adapun orang yang mengambil harta orang lain dengan niat tidak akan melunasinya, maka Allah akan hancurkan dia” (HR. Bukhari).