Mahasiswa Indonesia di Moskow Sebut Media Barat Sebarkan Propaganda tentang Rusia
Cibubur, Rasilnews – Mahasiswa Indonesia program S3 Jurnalisme Internasional dari Peoples’ Friendship University of Russia (RUDN) di Moskow, Munadhil Abdul Muqsith (35 tahun) menilai banyak media agensi luar negeri yang menyebarkan berita palsu untuk mempropagandakan Rusia.
“Banyak media-media agensi luar negeri seperti BBC, VOA, dan lain sebagainya digunakan oleh negaranya untuk melakukan propaganda kepada Rusia beberapa kali begitu, bahkan seperti sudah terencana untuk memojokkan Rusia sebagai penyerang Ukraina sebelum penyerangan itu terjadi,” ujar Munadhil dalam Topik Berita Radio Silaturahmi AM 720Khz pada Kamis (10/3).
Melihat hal itu, Rusia kemudian mengeluarkan Undang-undang baru untuk menangani penyebaran berita-berita palsu yang diduga menjadi propaganda.
“Ada UU baru tentang pelarangan media-media menyebarkan fake news (berita palsu) yang disahkan oleh Duma Rusia,” ungkap Munadhil.
Diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani fake news law atau undang-undang (UU) berita hoaks untuk melawan pemberitaan media barat yang dinilai kerap bertentangan dengan pandangan pemerintah Rusia.
Dalam UU terbaru itu, setiap orang yang menyebarkan berita terkait militer Rusia yang dianggap hoaks oleh pemerintah bisa terancam hukuman penjara 15 tahun itu. Selain itu UU tersebut bisa membuat orang terancam denda hingga 14 ribu dolar AS atau Rp 201 miliar.
Mahasiswa Jurnalistik yang akan menyabet gelar doktor pada April nanti itu, mengatakan UU Berita Palsu yang diluncurkan Rusia baru-baru ini adalah sikap untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan dari propaganda media barat.
“Akhirnya diputuskan harus ada sikap, karena jurnalistik kan sebenarnya juga punya etika dan profesionalitas, tapi ketika sudah jadi alat propaganda maka berbahaya buat publik,” ujarnya.
Di Rusia, kata Munadhil saat ini harga barang mulai mengalami kenaikan harga, terutama barang ekspor imbas sanksi ekonomi yang diterima Rusia akibat invasinya terhadap Ukraina.
“Rakyat di Rusia yang saya lihat di sekitar sini, betul ada gejolak juga, ada penentangan dan sebagainya karena harga-harga sudah mulai naik, tapi yang harganya naik kebanyakan barang ekspor, karena Rusia negara dingin jadi butuh ekspor. Kenaikan harga ini lumayan memukul juga buat kita mahasiswa,” ucapnya.
Selain itu, yang menjadi masalah bagi warga asing di Rusia, lanjut Munadhil, yakni mereka mengalami kesulitan dalam menggunakan kartu bank berlogo Visa dan Mastercard.
Ia berharap, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Rusia dapat memberikan solusi untuk para WNI yang saat ini terkena dampak dari perang Rusia-Ukraina.
“Belum tau seperti apa tanggapan KBRI selaku perwakilan pemerintah Indonesia di sini terhadap isu ini. Saya berharap KBRI punya solusi,” tuturnya.